Senin, 07 Maret 2011

AKHLAK TERHADAP LINGKUNGAN ALAM SPIRIT AL QUR’AN UNTUK KESEIMBANGAN LINGKUNGAN DALAM SURAH AR RUM AYAT 41

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia sehingga Allah mencicipkan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan dosa mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar”. (Ar Rum: 41)
Setelah mengetahui dan memahami sikap yang benar dalam konteks hubungan masyarakat dan sesama manusia, kita sebagai umat Islam dan umat manusia hendaknya memiliki akhlak yang mulia terhadap lingkungan dan alam sekitar kita. Apa artinya keharmonisan antar manusia tercipta, sementara lingkungan alam tempat tinggal kita bersama ini rusak lantaran tidak kita perlakukan dengan baik ? Keharmonisan dunia akan lebih memberi kesejahteraan manakala didukung dengan keseimbangan, keteraturan dan kebermanfaatan lingkungan alam untuk kehidupan. Dan peran manusia di muka bumi mutlak diperlukan untuk menjaga, memelihara, mengelola dan memakmurkan Alam Lingkungan karunia Allah ini.
Surah Az zumar ayat 41 diatas menjelaskan tentang kerusakan-kerusakan yang terjadi akibat dari perbuatan tangan manusia baik di darat dan dilaut. Sebagian ulama memaknai Al Fasad(kerusakan) dalam ayat ini sebagai kemusyrikan dan menjurus pada pembunuhan yang dilakukan Qabil terhadap Habil. Sementara ulama kontemporer memahaminya dalam arti kerusakan lingkungan. Hal ini karena ayat tersebut memakai kata (dzahara) yang memiliki arti telah tampak. Jadi kerusakan yang dimaksud adalah kerusakan yang secara dzahir tampak baik itu di darat maupun di laut. Dan jika merujuk Al Qur’an, maka ada banyak ayat yang menjelaskan aneka kerusakan yang dikemukakan terkait konteks Al Fasad ini. Seperti dalam surat Al Maidah 32, Al A’araf 85, Al Imran 63, Al Anfal 73, Hud 11.
Ayat diatas menyebut darat dan laut sebagai tempat terjadinya kerusakan (fasad). Ini dapat berarti bahwa darat dan laut merupakan arena kerusakan akibat ulah manusia. Seperti misalnya pencurian, perampokan, dan pencemaran dilaut akan menimbulkan ketidakseimbangan dalam ekosistem alam. Eksploitasi lingkungan darat yang semena-mena dan tidak memperhatikan keteraturan akan berdampak negatif, yaitu kacaunya sistem harmonisasi alam. Dan dampak itu tentu memberi kerugian besar terhadap kehidupan umat manusia. Disini terlihat betapa ayat ini menjelaskan secara logis bahwa Allah selain Maha berkuasa dan berkehendak, tetapi juga Maha Adil dengan menerapkan hukum kausalitas terhadap makhluknya. Jika manusia berbuat sesuatu yang tercela, maka manusia sendiri yang akan merasakan dampaknya.
Quraish Shihab dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Ibnu Asyur menjelaskan secara luas tentang kebersatuan dan keterkaitan alam. Bahwa alam raya telah diciptakan Allah dalam sebuah sistem yang serasi dan sesuai dengan kehidupan manusia. Tapi mereka melakukan kegiatan buruk yang merusak sehingga terjadi kepincangan dan ketidaksimbangan dalam sistem kerja alam semesta. Bahwa perbuatan tercela yang dilakukan manusia akan menimbulkan ketidakteraturan dan ketidakeimbangan dalam kehidupan. Keduanya ini akan menimbulkan kesusahan untuk manusia serta mempersulit gerak hidup mereka. Semakin banyak perusakan yang dilakukan, maka semakin besar dampak buruknya untuk manusia.
Allah SWT menciptakan segala sesuatu itu saling terkait. Keterkaitan itu lahir dari keserasian dan keseimbangan dan keseimbangan yang kesemuanya tunduk dibawah pengaturan Allah. Segala keharmonisan alam tidaklah hadir secara otomatis begitu saja. Semua atas kehendak Allah.
Misi agama Islam adalah mengembangkan rahmat bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada alam dan lingkungan hidup sebagaimana firman Allah SWT dalam QS Al Anbiya : 107 yang artinya : Tidaklah Kami mengutus engkau Muhammad melainkan untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam
Misi tersebut tidak terlepas dari tujuan diangkatnya manusia sebagai khalifah di muka bumi yaitu sebagai wakil Allah yang bertugas memakmurkan, mengelola, dan meletarikan alam. Memakmurkan alam adalah mengelola sumber daya alam sehingga dapat memberi manfaat bagi kesejahteraan manusia tanpa merugikan alam itu sendiri. Allah menyediakan bumi yang subur untuk disikapi oleh manusia dengan kerja keras mengolah dan memeliharanya sehingga melahirkan nilai tambah yang tinggi sebagaimana dalam firman-Nya dalam QS Hud : 61 Artinya : “Dia menciptakan kaliandan menjadikan kalian sebagai pemakmurnya.”
Pada intinya etika Islam terhadap alam semesta hanya mengajarkan satu hal saja yaitu perintah jangan membuat kerusakan di muka bumi. Namun perintah ini mempunyai makna yang cukup luas mulai dari menjaga kerbersihan bumi, tidak bersikap sewenang–wenang terhadap alam, tidak mengeksploitasi sumber daya alam untuk kepentingan sendiri. Kerusakan alam dan ekosistem di lautan dan di daratan terjadi akibat manusia tidak sadar, sombong, egois, rakus, dan angkuh. Ada sebuah ungkapan yang sangat relevan untuk dijadikan renungan yaitu: “bumi ini akan cukup memenuhi kebutuhan bermilyar – milyar manusia akan tetapi tidak cukup memenuhi keserakahan satu orang saja.”
Islam mengingatkan sekalipun alam semesta ini diciptakan untuk manusia, namun semua yang ada ini milik Allah SWT. Hal ini akan mengantarkan manusia kepada kesadaran bahwa apapun yang berada dalam genggaman tangan-Nya tidak lain amanat yang harus dipertanggungjawabkan. Pernyataan Tuhan dalam ayat di atas mengundang seluruh manusia untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, kelompok atau bangsa dan jenisnya saja melainkan juga harus berpikir dan bersikap demi kemaslahatan semua pihak. Manusia tidak boleh bersikap sebagai penakluk alam atau berlaku sewenang – wenang terhadap lingkungan alam.
Demikianlah pesan mengenai akhlak lingkungan telah kita pahami bersama. Pemahaman dan sikap yang benar terhadap lingkungan, (baik lingkungan sosial maupun lingkungan alam semesta) berdasarkan ayat Qur’an merupakan wujud upaya kita sebagai manusia yang beriman, berakal sehat, untuk memahami tanda-tanda kekuasaan Tuhan dalam rangka penghambaan dan penyerahan diri kepada-Nya.

Sumber :
• Al-Qur’an dan Terjemahnya.
• Ramli, Muhammad, dkk. 2005. Mengenal Islam. Semarang : UNNES.
• Shihab, M. Quraish. 2009. Tafsir Al Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al Qur’an. Jakarta : Lentera Hati.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar